jilbabku…jilbabmu…kok bisa beda?

Seminggu yang lalu, lagi nunggu dosen…aku dan dEEt lagi diskusi kecil masalah jilbab. Moga aja rangkuman dan kutipan dari berbagai sumber ini memberi sedikit renungan tuk para muslimah yang membacanya….tulisan kecil ini kupersembahkan pada saudariku yang saat ini tengah merengkuh dan “berproses”……..

ukhti ada yang ingin kusampaikan “HIDAYAH ITU BUKAN UNTUK DITUNGGU KEDATANGANNYA…..TAPI DIJEMPUT DAN DIRAIH SERTA DIGAPAI DENGAN USAHA, INSYA ALLAH DIA AKAN DATANG……SAAT DIA DATANG RENGKUHLAH KUAT JANGAN SAMPAI DIA LEPAS KARENA AKAN SULIT TUK MERAIHNYA, RENGKUH HINGGA TAK AKAN LEPAS HINGGA AKHIR HAYAT”

 Arti kata jilbab ketika Al-Qur’an diturunkan adalah kain yang menutup dari atas sampai bawah, tutup kepala, selimut, kain yang di pakai lapisan yang kedua oleh wanita dan semua pakaian wanita, ini adalah beberapa arti jilbab seperti yang dikatakan Imam Alusiy dalam tafsirnya Ruuhul Ma’ani.
             Imam Qurthubi dalam tafsirnya mengatakan; Jilbab berarti kain yang lebih besar ukurannya dari khimar (kerudung), sedang yang benar menurutnya jilbab adalah kain yang menutup semua badan.
             Dari atas tampaklah jelas kalau jilbab yang dikenal oleh masyarakat indonesia dengan arti atau bentuk yang sudah berubah dari arti asli jilbab itu sendiri, dan perubahan yang demikian ini adalah bisa dipengaruhi oleh berbagai faktor, salah satunya adalah sebab perjalanan waktu dari masa Nabi Muhammad SAW sampai sekarang atau disebabkan jarak antar tempat dan komunitas masyarakat yang berbeda yang tentu mempunyai peradaban atau kebudayaan berpakaian yang berbeda

jilbab_benar_03

jilbab_benar_022

Cara memakai jilbab
             I. Cara memaki jilbab dengan arti aslinya yaitu sebelum diserap ke dalam bahasa Indonesia menjadi bahasa yang baku, adalah aturan yang mana para shahabat dan ulama’ berbeda pendapat ketika menafsirkan ayat Al-Qur’an di atas. Perbedaan cara memakai jilbab antara shahabat dan juga antara ulama itu disebab bagaimana idnaa’ul jilbab (melabuhkan jilbab atau melepasnya) yang ada dalam ayat itu. Ibnu Mas’ud dalam salah satu riwayat dari Ibnu Abbas menjelaskan cara yang diterangkan Al-Qur’an dengan kata idnaa’ yaitu dengan menutup semua wajah kecuali satu mata untuk melihat, sedangkan shahabat Qotadah dan riwayat Ibnu Abbas yang lain mengatakan bahwa cara memakainya yaitu dengan menutup dahi atau kening, hidung, dengan kedua mata tetap terbuka. Adapun Al-Hasan berpendapat bahwa memaki jilbab yang disebut dalam Al-Qur’an adalah dengan menutup separuh muka, beliau tidak menjelaskan bagian separuh yang mana yang ditutup dan yang dibuka ataukah tidak menutup muka sama sekali. 
cadarnihDari perbedaan pemahaman shahabat seputar ayat di atas itu muncul pendapat ulama yang mewajibkan memaki niqob atau burqo’ (cadar) karena semua badan wanita adalah aurat (bagian badan yang wajib ditutup) seperti Abdul Aziz bin Baz Mufti Arab Saudi, Abu Al a’la Al maududi di Pakistan dan tidak sedikit Ulama-ulama Turky, India dan Mesir yang mewajibkan bagi wanita muslimah untuk memakai cadar yang menutup muka, Hal di atas sebagaimana yang ditulis oleh Dr.Yusuf Qardlawi dalam Fatawa Muashirah, namun beliau sendiri juga mempunyai pendapat bahwa wajah dan telapak tangan wanita adalah tidak aurat yang harus ditutup di depan laki-laki lain yang bukan mahram (laki-laki yang boleh menikahinya), beliau juga menegaskan bahwa pendapat itu bukan pendapatnya sendiri melainkan ada beberapa Ulama yang berpendapat sama, seperti Nashiruddin Al-Albani dan mayoritas Ulama-ulama Al-Azhar, Qardlawi juga berpendapat memakai niqob atau burqo’ (cadar) adalah kesadaran beragama yang tinggi yang mana bila dipaksakan kepada orang lain, maka pemaksaan itu dinilainya kurang baik, sebab wanita yang tidak menutup wajahnya dengan cadar juga mengikuti ijtihad Ulama yang kredibelitas dalam berijtihadnya dipertanggung jawabkan
            Sedangkan empat Madzhab, Hanafiyah, Malikiyah, Syafi`iyah dan Hanabila berpendapat bahwa wajah wanita tidaklah aurat yang wajib ditutupi di depan laki-laki lain bila sekira tidak ditakutkan terjadi fitnah jinsiyah (godaan seksual), menggugah nafsu seks laki-laki yang melihat. Sedangkan Syafi’iyah juga ada yang berpendapat bahwa wajah dan telapak tangan wanita adalah aurat (bagian yang wajib ditutup) seperti yang ada dalam kitab Madzahibul Arba’ah, diperbolehkannya membuka telapak tangan dan wajah bagi wanita menurut mereka disebabkan wanita tidak bisa tidak tertuntut untuk berinteraksi dengan masyarakat sekitarnya baik dengan jual beli, syahadah (persaksian sebuah kasus), berdakwah kepada masyarakatnya dan lain sebagainya, yang semuanya itu tidak akan sempurnah terlaksana apabila tidak terbuka dan kelihatan.
             Ringkasnya, para ulama Islam salafy (klasik)sampai yang muashir (moderen) masih berselisih dalam hal tersebut di atas. Bagi muslimah boleh memilih pendapat yang menurut dia adalah yang paling benar dan autentik juga dengan mempertimbangkan hal lain yang lebih bermanfaat dan penting dibanding hanya menutup wajah yang hanya bertujuan menghindari fitnah jinsiyah yang masih belum bisa dipastikan bahwa hal itu memang disebabkan membuka wajah dan telapak tangan saja.
             II. Imam Zamahsyari dalam Al-Kasysyaf menyebutkan cara lain memakai jilbab menurut para ulama yaitu dengan menutup bagian atas mulai dari alis mata dan memutarkan kain itu untuk menutup hidung, jadi yang kelihatan adalah kedua mata dan sekitarnya. Cara lain yaitu menutup salah satu mata dan kening dan menampakkan sebelah mata saja, cara ini lebih rapat dan lebihbisa menutupi dari pada cara yang tadi. Cara selanjutnya yang disebutkan oleh Imam Zamahsyari adalah dengan menutup wajah, dada dan memanjangkan kain jilbab itu ke bawah, dalam hal ini jilbab haruslah panjang dan tidak cukup kalau hanya menutup kepala dan leher saja tapi harus juga dada dan badan, Cara-cara di atas adalah pendapat Ulama dalam menginterpretasikan ayat Al-Qur’an atau lebih tepatnya ketika menafsirkan kata idnaa’ (melabuhkan jilbab atau melepasnya kebawah).
             Nah,mungkin dari sinilah muncul pendapat bahwa berjilbab atau menutup kepala harus dengan kain yang panjang dan bisa menutup dada lengan dan badan selain ada baju yang sudah menutupinya, karena jilbab menurut Ibnu Abbas adalah kain panjang yang menutup semua badan, maka bila seorang wanita muslimah hanya memaki tutup kepala yang relatif kecil ukurannya yang hanya menutup kepala saja maka dia masih belum dikatakan berjilbab dan masih berdosa karena belum sempurnah dalam berjilbab seperti yang diperintahkan agama.
             Namun sekali lagi menutup kepala seperti itu di atas adalah kesadaran tinggi dalam memenuhi seruan agama sebab banyak ulama yang tidak mengharuskan cara yang demikian. Kita tidak diharuskan mengikuti pendapat salah satu Ulama dan menyalahkan yang lain karena masalah ini adalah masalah ijtihadiyah (yang mungkin salah dan mungkin benar menurut Allah SWT) yang benar menurut Allah SWT akan mendapat dua pahala, pahala ijtihad dan pahala kebenaran dalam ijtihad itu, dan bagi yang salah dalam berijtihad mendapat satu pahala yaitu pahala ijtihad itu saja, ini apabila yang berijtihad sudah memenuhi syarat-syaratnya. Adalah sebuah kesalahan yaitu apabila kita memaksakan pendapat yang kita ikuti dan kita yakini benar kepada orang lain, apalagi sampai menyalahkan pendapat lain yang bertentangan tanpa tendensi pada argumen dalil yang kuat dalam Al-Qur’an dan Hadist atau Ijma’.

Aisyah ra. yang menjadi saksi mata atas hal ini berkata :

رَحِمَ الله ُنِسَاءَ اْلاَنْصَارِ وَالْمُهَاجِرَاتِ لَمَّا نَزَلَتْ عَلَيْهِنَّ “وَلْيَضْرِبْنَ مِنْ جَلاَ بِيْبِهِنَّ عَلَى جُيُوْ بِهِنَّ” شَقَقْنَ مُرُوْطَهُنَّ فَلْيَخْتَمِرْنَ بِهَا

Semoga Allah merahmati wanita Anshar dan Muhajirin, tatkala turun kepada mereka ayat “hendaknya mereka mengenakan kain panjang (jilbab) sampai ke atas dada mereka,” mereka memotong kain-kain mereka, lalu mereka menjadikan kain-kain itu sebagai penutup kepalanya”

Pada hadist lain disebutkan,

“Rasulullah sholAllohu ‘alaihi wassalam memerintahkan kami keluar untuk shalat ‘idul fitr dan ‘idul adha, baik yang masih gadis yang sedang menginjak dewasa, wanita-wanita yang sedang haidh maupun wanita-wanita yang dipingit. Adapun wanita-wanita yang sedang haidh mereka tidak ikut mengerjakan shalat, namun mereka menyaksikan kebaikan dan dakwah kaum muslimin. Aku berkata, ‘Wahai Rasulullah, salah seorang di antara kami ada yang tidak mempunyai jilbab. ‘Beliau menjawab, ‘Hendaklah saudarinya meminjamkan jilbabnya’”.

jadi……jilbabku dan jilbabmu itu gak beda tapi tetep sama saudariku.

Rasulullah SAW bersabda, “Ada dua golongan ahli neraka yang belum pernah aku lihat, yaitu kaum yang membawa cambuk seperti ekor sapi yang mereka gunakan untuk memukul orang lain dan para wanita yang berpakaian tapi auratnya terlihat, yang berjalan melenggak-lenggok, sedangkan kepala mereka bagaikan punuk unta yang miring. Mereka itu tidak akan masuk ke dalam surga dan juga tidak akan mencium bau surga. Padahal, harum semerbak surga itu dapat dirasakan dari jarak yang begini dan begini.” [Muslim 6/168]

ayat Al-Qur’an yang jelasin tentang kewajiban menutup aurat lainnya….

surat An Nur: 31 :

Katakanlah kepada wanita beriman, hendaklah mereka menahan pandangan mereka, memelihara kemaluan mereka dan jangan menampakkan perhiasan mereka kecuali apa yang biasa nampak. Hendaklah mereka menutupkan khimar mereka ke dada mereka; dan jangan menampakkan perhiasan mereka kecuali kepada suami mereka, ayah mereka, ayah suami mereka……”

Firman Alloh ta’ala dalam surat Al Ahzab ayat 59:

Wahai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu dan istri orang-orang beriman, hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu agar mereka lebih mudah untuk dikenal dan tidak diganggu orang. Alloh Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”

jilbab_salah_01

jilbab_salah_02

jilbab_salah_03

Sungguh saudariku…

Islam sangat memuliakanmu dengan adanya jilbab….agar kamu gak diganggu…agar kamu aman. Gak ada lagi alesan lum siap berjilbab sesuai syariah karena “lum siap” ato “shalat masih bolong-bolong”…….alasan klise yang dicari-cari, sungguh dengan berjilbab akhlakmu akan terpelihara dan semakin “memperbaiki dirimu”

memulai memang akan terasa sangat sulit….

tapikah kamu tahu saudariku…usia kita takkan tahu berhenti di detik keberapa dalam hidupmu. Inginkah kamu memurkai perintah Tuhanmu? apa kamu lebih takut dan malu cercaan manusia dibandingkan murka Sang Penciptamu?

bersegeralah…..Allah Maha Pengampun dan Penerima Taubat hamba-Nya

17 pemikiran pada “jilbabku…jilbabmu…kok bisa beda?

  1. wah..pegal juga bacanya. abis tulisannya imut bgt.
    nice..mudah-mudahan bisa menjadi perantara hidayah untuk teman-teman kita yang sudah mulai berniat mengenakan hijab dengan sempurna.

  2. cwe berjilbab lbih cantikk..
    tapi knp klo liat yg pke jilbab kliatan matanya aja jd ilfil ya?
    jadi kyk istri teroris. hhi

    hrus sgera diubah prespektif saya itu. hha

  3. Konon, para ikhwan lebih sulit menahan pandangan atas akhwat yg berjilbab lebar drpd atas mereka yg pakaiannya blm beres secara syar’i, coz dlm diri para ikhwan telah tertanam asumsi bahwa calon istri mereka kelak adalah yg seperti itu. 🙂

    Tapiii…ada pula ikhwan yg berpendapat bahwa sebenarnya akhwat berjilbab itu menarik bagi siapa saja. 😉 nah lo!?

    Dan kau pun semakin mempesona.
    Di balik kerudung, wajahmu tersembunyi bukan bersembunyi. 8)

  4. assalamu’alaikum 🙂
    apa kabar shofi? gimana ujiannya udah selesai?
    Mudah-mudah kita selalu menjadi wanita yang menutup aurat dengan rapi yah.

    Btw, tukeran link yuk, link shofi udah kakak masukin tuh di blogroll 🙂

  5. info yang bagus, sudah seharusnya gadis-gadis muslim di negeri ini yang belum pake jilbab atau masih pake jilbab tapi auratnya kelihatan, harus deh lihat info ini.
    saya sarankan ukhti untuk mempromosikan link ini sebanyak-banyaknya.
    untuk rekan semua yang ingin mampir di blog saya, silakan kunjungi
    http://arjip.wordpress.com

  6. izin copast ukh,mau ana sebarin..Moga Allahj senantiasa memberikan HidayahNya kepada kita semua..Barakallhufikum jami’an……………………….

Tinggalkan komentar